Si Pitung Cerita Rakyat Betawi
Si Pitung Cerita Rakyat Betawi
Perkiraan waktu membaca Menit
Edit
Hati si Pitung marah sekali. Sore ini ia kembali lihat kesewenang-wenangan beberapa centeng Babah Liem. Babah Liem atau Liem Tjeng yaitu tuan tanah di daerah rumah si Pitung. Babah Liem jadi tuan tanah dengan memberi beberapa duit pada pemerintah Belanda, Diluar itu, ia juga bersedia membayar pajak yang tinggi pada pemerintah Belanda. Tersebut penyebab, Babah Liem mempekerjakan centeng-centengnya untuk merampas harta rakyat serta menarik pajak yang jumlahnya mencekik Ieher.
Sebagian bln. lalu, si Pitung sudah kuasai semua pengetahuan yang di ajarkan oleh Haji Naipin. Haji Naipin berpesan, " Pitung, saya meyakini kau bukanlah orang yang sombong. Pakai ilmumu untuk membela beberapa orang yang tertindas. Janganlah sekali-kali kau memakainya untuk menindas orang lain. " Si Pitung mencium tangan Haji Naipin lantas pamit. Ia bakal berjuang melawan Babah Liem serta centeng-centengnya.
" Bebaskan mereka! " teriak si Pitung saat lihat centeng Babah Liem tengah memukuli seseorang pria yang melawan mereka.
" Hai Anak Muda, siapa kau berani hentikan kami? " bertanya salah satu centeng itu.
" Kalian tidak butuh tahu siapa saya, namun saya tahu siapa kalian. Kalian yaitu beberapa pengecut yang bisanya cuma menindas orang yang lemah! " jawab si Pitung.
Pemimpin centeng itu tersinggung mendengar pengucapan si Pitung. Dia lantas memerintahkan anak buahnya untuk menyerang si Pitung. Tetapi seluruhnya centeng itu rubuh terserang jurus-jurus si Pitung. Mereka tidaklah lawan yang seimbang baginya. Mereka Ian terbirit-birit, termasuk juga pemimpinnya.
Mulai sejak waktu itu, si Pitung jadi populer. Walau sekian ia tetaplah si Pitung yang rendah hati serta tak sombong.
Mulai sejak peristiwa dengan beberapa centeng Babah Liem, si Pitung mengambil keputusan untuk mengabdikan hidupnya untuk rakyat jelata. Ia tidak tahan melihat kemiskinan mereka, serta ia muak lihat kekayaan beberapa tuan tanah yang berpihak pada Belanda.
Satu waktu ia mengajak sebagian orang untuk berhimpun dengannya. Mereka merampok rumah beberapa orang kaya serta membagikan hasil rampokan itu pada rakyat jelata. Sedikit juga ia tidak pernah nikmati hasil rampokan itu dengan cara pribadi.
Rakyat jelata memuji-muji kebaikan hati si Pitung. Demikian sebaliknya, pemerintah Belanda serta beberapa tuan tanah mulai berang.
Terlebih banyak perampok lain yang melakukan tindakan atas nama si Pitung, walau sebenarnya mereka tidaklah anggota si Pitung. Pemerintah Belanda lalu keluarkan perintah untuk menangkap si Pitung. Walau jadi buronan, si Pitung tidak gentar. Ia terus merampok beberapa orang kaya, lewat cara beralih tempat supaya tidak gampang tertangkap.
Jengkel lantaran tidak dapat menangkap si Pitung, pemerintah Belanda memakai langkah yang licik. Mereka menangkap Pak Piun serta Haji Naipin. Salah satu petinggi pemerintah Belanda yang bernama Schout Heyne menginformasikan bahwa ke-2 orang itu bakal dihukum mati bila si Pitung tidak menyerah. Berita itu hingga juga ke telinga si Pitung. Ia tidak mau bapak serta gurunya mati percuma. Ia lantas kirim pesan pada Schout Heyne. Si Pitung bersedia menyerahkan diri bila bapak serta gurunya dibebaskan. Schout Heyne menyepakati keinginan si Pitung. Pak Piun dibebaskan, namun Haji Naipin terus disandera hingga si Pitung menyerahkan diri. Pada akhirnya si Pitung nampak. " Bebaskan Haji Naipin, serta kau bebas menangkapku, " kata si Pitung. Schout Heyne menuruti keinginan itu. Haji Naipin juga dilepaskan.
" Pitung, kau sudah meresahkan beberapa orang dengan kelakuanmu itu. Karenanya, kau mesti dihukum mati, " kata Schout Heyne.
" Kau tidak salah? Bukannya kau serta beberapa tuan tanah itu yang meresahkan orang banyak? Saya tak takut dengan ancamanmu, " jawab si Pitung.
" Huh, telah ingin mati masih tetap sombong juga. Pasukan, tembak dia! " perintah Schout Heyne pada pasukannya.
Pak Piun serta Haji Naipin berteriak protes ketentuan Schout Heyne. " Tidakkah anakku telah menyerahkan diri? Kenapa mesti dihukum mati? " ratap Pak Piun. Tetapi Schout Heyne tidak peduli, baginya si Pitung sudah meneror jabatannya.
Nada rentetan peluru juga memecahkan kesunyian, badan si Pitung rubuh bersimbah darah terserang peluru beberapa prajurit Belanda. Pak Piun serta Haji Naipin sangatlah berduka. Mereka membawa pulang jenazah si Pitung lalu menguburkannya. Karena jasa-jasanga, bangak sekali orang yang menemani pemakamannga serta mendoakannga. Walau ia sudah tidak ada, si Pitung terus dikenang juga sebagai pahlawan untuk rakyat jelata.
Si Pitung Cerita Rakyat Jagoan Betawi
Si Pitung berkemauan, ia mesti melawan beberapa centeng Babah Liem. Karenanya ia berguru pada Haji Naipin, seseorang ulama terhormat serta populer berilmu tinggi. Haji Naipin sudi untuk mendidik si Pitung lantaran beliau tahu wataknya. Ya, si Pitung memanglah populer rajin serta patuh beragama. Bicaranya sopan serta ia senantiasa taat pada ke-2 orangtuanya, Pak Piun serta Bu Pinah.Sebagian bln. lalu, si Pitung sudah kuasai semua pengetahuan yang di ajarkan oleh Haji Naipin. Haji Naipin berpesan, " Pitung, saya meyakini kau bukanlah orang yang sombong. Pakai ilmumu untuk membela beberapa orang yang tertindas. Janganlah sekali-kali kau memakainya untuk menindas orang lain. " Si Pitung mencium tangan Haji Naipin lantas pamit. Ia bakal berjuang melawan Babah Liem serta centeng-centengnya.
" Bebaskan mereka! " teriak si Pitung saat lihat centeng Babah Liem tengah memukuli seseorang pria yang melawan mereka.
" Hai Anak Muda, siapa kau berani hentikan kami? " bertanya salah satu centeng itu.
" Kalian tidak butuh tahu siapa saya, namun saya tahu siapa kalian. Kalian yaitu beberapa pengecut yang bisanya cuma menindas orang yang lemah! " jawab si Pitung.
Pemimpin centeng itu tersinggung mendengar pengucapan si Pitung. Dia lantas memerintahkan anak buahnya untuk menyerang si Pitung. Tetapi seluruhnya centeng itu rubuh terserang jurus-jurus si Pitung. Mereka tidaklah lawan yang seimbang baginya. Mereka Ian terbirit-birit, termasuk juga pemimpinnya.
Mulai sejak waktu itu, si Pitung jadi populer. Walau sekian ia tetaplah si Pitung yang rendah hati serta tak sombong.
Mulai sejak peristiwa dengan beberapa centeng Babah Liem, si Pitung mengambil keputusan untuk mengabdikan hidupnya untuk rakyat jelata. Ia tidak tahan melihat kemiskinan mereka, serta ia muak lihat kekayaan beberapa tuan tanah yang berpihak pada Belanda.
Satu waktu ia mengajak sebagian orang untuk berhimpun dengannya. Mereka merampok rumah beberapa orang kaya serta membagikan hasil rampokan itu pada rakyat jelata. Sedikit juga ia tidak pernah nikmati hasil rampokan itu dengan cara pribadi.
Rakyat jelata memuji-muji kebaikan hati si Pitung. Demikian sebaliknya, pemerintah Belanda serta beberapa tuan tanah mulai berang.
Terlebih banyak perampok lain yang melakukan tindakan atas nama si Pitung, walau sebenarnya mereka tidaklah anggota si Pitung. Pemerintah Belanda lalu keluarkan perintah untuk menangkap si Pitung. Walau jadi buronan, si Pitung tidak gentar. Ia terus merampok beberapa orang kaya, lewat cara beralih tempat supaya tidak gampang tertangkap.
Jengkel lantaran tidak dapat menangkap si Pitung, pemerintah Belanda memakai langkah yang licik. Mereka menangkap Pak Piun serta Haji Naipin. Salah satu petinggi pemerintah Belanda yang bernama Schout Heyne menginformasikan bahwa ke-2 orang itu bakal dihukum mati bila si Pitung tidak menyerah. Berita itu hingga juga ke telinga si Pitung. Ia tidak mau bapak serta gurunya mati percuma. Ia lantas kirim pesan pada Schout Heyne. Si Pitung bersedia menyerahkan diri bila bapak serta gurunya dibebaskan. Schout Heyne menyepakati keinginan si Pitung. Pak Piun dibebaskan, namun Haji Naipin terus disandera hingga si Pitung menyerahkan diri. Pada akhirnya si Pitung nampak. " Bebaskan Haji Naipin, serta kau bebas menangkapku, " kata si Pitung. Schout Heyne menuruti keinginan itu. Haji Naipin juga dilepaskan.
" Pitung, kau sudah meresahkan beberapa orang dengan kelakuanmu itu. Karenanya, kau mesti dihukum mati, " kata Schout Heyne.
" Kau tidak salah? Bukannya kau serta beberapa tuan tanah itu yang meresahkan orang banyak? Saya tak takut dengan ancamanmu, " jawab si Pitung.
" Huh, telah ingin mati masih tetap sombong juga. Pasukan, tembak dia! " perintah Schout Heyne pada pasukannya.
Pak Piun serta Haji Naipin berteriak protes ketentuan Schout Heyne. " Tidakkah anakku telah menyerahkan diri? Kenapa mesti dihukum mati? " ratap Pak Piun. Tetapi Schout Heyne tidak peduli, baginya si Pitung sudah meneror jabatannya.
Nada rentetan peluru juga memecahkan kesunyian, badan si Pitung rubuh bersimbah darah terserang peluru beberapa prajurit Belanda. Pak Piun serta Haji Naipin sangatlah berduka. Mereka membawa pulang jenazah si Pitung lalu menguburkannya. Karena jasa-jasanga, bangak sekali orang yang menemani pemakamannga serta mendoakannga. Walau ia sudah tidak ada, si Pitung terus dikenang juga sebagai pahlawan untuk rakyat jelata.
Kamu baru saja membaca tentang Si Pitung Cerita Rakyat Betawi